Telekomunikasi Disrupsi: Tranformasi atau Tenggelam

Februari 10, 2020

Heru Sutadi Direktur Indonesia ICT Institute.

Masih ingat dulu pengguna alat komunikasi dari Blacberry Messenger BBM, lalu kini semua berganti ke WhatsApp. Semua selalu ada perubahan, namun dengan berkembangnya teknologi digital perubahan yang sering disebut sebagai disrupsi hampir melanda semua lini tak terkecuali dunia telekomunikasi. Hanya saja disrupsi menjadi faktor perubahan yang sedemikian cepat melanda dengan dinamika yang begitu cepat. Adaptasi manusia mengikuti perubahan ekosistem dalam dunia teknologi yang penuh lompatan sangat penting. Terlebih bagi pengusung regulasi negara agar menjadi perhatian serius dan membuat lebih mudah beradaptasi dengan teknologi yang menyetarakan dengan kebutuhan dan kepentingan negara.

Setiap masa pasti ada perubahan yang berdampak, namun meminimalisir resiko menjadi tantangan manajemen yang sangat penting sekali mendapat respon dari tubuh yang bernama negara. Nah hal inilah poin paling menarik dari sebuah seminar yang saya ikuti pada 5 februari 2020 lalu di Balai Kartini Jakarta. Seminar yang menghadirkan pengamat telekomunikasi Nonot Harsono dan Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi.  Kedua narasumber memaparkan situasi dan kondisi dunia telekomunikasi Indonesia saat ini. Dengan mengusung tema Disrupsi Telekomunikasi : Beradaptasi atau tenggelam.

Kika: Moderator, Heru Sutadi dan Nonot Harsono

Pengamat telekomunikasi Nonot Harsono menyampaikan pemaparan yang banyak "provokatif" nya. Nonot mengatakan, bahwa situasi perang harga dari telekomunikasi menunjukan iklim yang tidak sehat bahkan saling membunuh. Sementara dunia teknologi terus menggerus dengan berbagai kemajuan teknologinya. Infrastruktur teknologi telekomunikasi digital semakin menguat industri telekomunikasi pada perusahaam platform/apps/OTT memiliki pengaruh mengubah sistem perusahaan telekomunikasi yang ada didunia.

Paling tidak untuk menghadapi disrupsi telekomunikasi ada saran yang sudah menjadi hal klasik menurut Nonot, yaitu :

Saran Klasik era Disruption :

  • Industri & perusahaan Platform/Apps/OTT seperti Google, Facebook, dan Netflix telah mendapatkan value dan peluang yang sangat besar, bukan karena mereka meningkatkan skala industrinya, namun karena mereka menciptakan brand yang kuat memanfaatkan infrastruktur telekomunikasi.
  • Demikian besar value perusahaan yang telah mereka ciptakan, yang berasal dari data yang mereka kumpulkan, di-analisis, dan di-monetize.
  • Jika Google dan Facebook bisa mengetahui segala sesuatu tentang Users mereka, maka sebenarnya para Operator pun bisa mendapatkan informasi yang sama, karena semua data/informasi itu mengalir melalui network milik para operator, dalam perjalanan alirannya menuju ke Google dan Facebook.
  • Ada peluang bagi para operator untuk meng-eksplore metodologi terkini, misalnya machine learning, digitalisasi proses manajemen, analytics, dan artificial intelligence, untuk merapikan data-data manajemen yang tidak rapih agar dapat menjadi tertata dan mendukung kecepatan dan akurasi penentuan putusan dan policy, dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
  • Hal ini bukanlah proses natural yang lambat, namun harus menjadi transformasi yang massive dan cepat. Para Operator harus menjalani ini dengan mindset bahwa hal ini perlu, bermanfaat, dan harus dijalankan, mencapai yang diharap.

Pengamat Telekomunikasi Nonot Harsono

Solusinya juga solusi klasik, masuk lebih dalam ke Digital Company dan Reorganisasi peusahaan telekomunikasi.

Kelola networks dengan teknologi terkini dengan memanfaatkanmachine-learning untuk tingkatkan efficiency. Gunakan software untuk kinerja yang lebih baik.

Digitalisasi Operasional Bisnis dan Puaskan
Pelanggan melalui Automasi dan penyederhanaan di sisi back-office. Digitalisasi pada divisi customer-support juga Predictive analytics pada divisi marketing dan sales

Memulai transformasi menuju "Digital
Company" dengan membentuk mind-sets baru dan merombak Organisasi. Lalu terus Fokus pada Eksekusi tahapan yang telah dibuat.


Jika perusahaan telekomunikasi ingin tetap aman berada di tengah-tengah, ekosistem baru yang sedang ber-evolusi, mereka harus beradaptasi dengan beragam trend baru yang kompleks. Jika tidak, mereka beresiko menjadi hanya sebagai penyedia komoditas murah dan mudah tergantikan, yang biasa disebut dengan “data-transmission bandwidth”.



Memperhatikan beberapa trend berikut ini, dapat mengambil kesimpulan bagi kondisi terkini digitalisasi pada telekomunikasi. 

Trend 1: 
Artificial Intelligence (AI) reduces costs and increases customer satisfaction. 

Ada trend dimana AI akan digunakan untuk meningkatkan kualitas network. AI akan menjadikan kerja operasional lebih efisien, biaya pekerja yg lebih rendah, dan meningkatkan revenues.

Trend 2: 
New opportunities emerge by connecting the Internet of Things.

Untuk bisa tumbuh normal di era IoT ini, perusahaan telekomunikasi perlu mendata dan menguji apa saja Strengths yang dimiliki dan kemudian dengan itu mengembangkan solusi-solusi bagi industri dan masyarakat.

Trend 3: 
Introducing 5G to the world requires a big investment.

Penggelaran teknologi baru dalam suasana saat ini, tentu sangat menantang. Di saat average revenue per user (ARPU) telekomunikasi sedang menurun, penggelaran 5G justru memerlukan CAPEX yang sangat besar.

Trend 4: 
The eSIM threatens telecom companies’ relationship with end consumers

Ke depan, kesetimbangan posisi tawar di antara para pabrik hardware, berpotensi mengakibatkan perubahan pada peta kepemilikan pelanggan; di antara operators ataupun operator dan platform/apps.


Tantangan :


  1. Mampukah operator mentransformasi core-network-nya menjadi “trusted-partner” dalam ekosistem?
  2. Mampukah operator memanfaatkan “kepercayaan” itu untuk bergeser ke “center of the ecosystem” dan menjadi leading integrator dari hardware dan value-added services, hingga tercipta “networks as a service (NaaS)” bagi para pelanggannya?
  3. Maukah para operator ber-investasi dalam pengembangan dan penerapan solusi digital agar bisa  mampu ambil bagian dalam gelombang disrupsi? Jika YA, maka ada peluang mereka bertahan.

Heru Muhtadi sebagai Direktur Indonesia ICT Institute menutup dengan menyampaikan beberapa hal yang sangat mungkin menjadi solusi bagi keadaan industri telekomunikasi kita kaat ini. Sudah saatnya kalau kita semua mulai berbenah untuk mampu beradaptasi secara luwes dan membuat iklim industri telekomunikasi Indonesia semakin baik. 

Bahwa transformasi dari perubahan disrupsi adalah keniscayaan yang dengan mudah membolak balikan pola aturan tradisional. Lingkup organisasi juga semakin rentan dari ujian kestabilan. Transformasi organisasi harus bisa di lakukan dengan cepat namun luwes dan relevan juga berdampak competitive. Industri telekomunikasi kita harus dijaga dengan iklim yang saling menguntungkan. 

Demikian,
Salam.

Disampaikan kembali oleh Ono Sembunglango yang turut serta serta hadir dalam seminar bersama Inke Maris Associated dan rekan blogger lainnya. Semoga bermanfaat. 

Saya peserta seminar :) 

You Might Also Like

0 komentar

Terima kasih sudah berkunjung dan berbagi...
Bergembira selalu !!