 |
| Saya lagi browsing Chat GPT AI heuheuheu |
Ada banyak sekali tantangan dalam arus disrupsi informasi. Semua lahir dari Artificial intelligence Atau disingkat AI. Dunia ini terus bergerak dengan perubahan-perubahan yang memanfaatkan hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan yang kita nikmati saat ini. Semua informasi bisa kita nikmati dengan mudahnya. Melalui ketersediaan jaringan internet dari berbagai internet provider yang memadai juga alat-alat teknologi rekayasa genetika seperti komputer dan gajet.
Semua seolah mudah, informasi apapun dengan mudahnya didapatkan. Begitupun dengan konten yang begitu derasnya mengalir dan muncul di laman-laman sosial media yang kita terima melalui gajet. Orang yang memiliki gajet dengan otomatis menjadi produsen konten itu sendiri. Baik yang masih lugu segaptek-gapteknya sebagai pengguna gajet, atau bahkan yang sudah terkelola dengan baik termanajemen sebagai penghasil konten yang memang membidik celah informasi yang bebas dan independen seperti netijen. Untuk yang lugu segaptek-gapteknya mungkin tak menjadi soal untuk dicermati sebagai bagian yang baru saja masuk dalam arus kesejajaran teknologi. Namun bagi mereka yang sudah memahami dan mengerti bahkan juga menikmati gurihnya cuan dari hasil produksi konten, tentunya menjadi semakin dimanjakan dengan kecanggihan-kecanggihan yang terus dirasakan selama menjadi pengguna teknologi digital.
Ada ruang moral yang terus semakin kosong. Semua disadari sepenuhnya teknologi dan arus perkembangan teknologi secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup dan pembentuk nilai-nilai kehidupan saat ini. Sebagian penghasil konten memiliki tantangan moral yang tidak mudah. Mereka terus didera dengan berbagai tantangan otentikasi hasil olah informasi untuk terus disajikan dengan cermat dan bermutu, dan sebagian lainnya mungkin tak memikirkannya. Kemunculan Chat GPT menjadi dorongan paling dirasakan saat ini sebagai kecanggihan yang memanjakan literasi. Apapun yang dicari semua tersedia. Tawaran-tawaran kecanggihan hasil teknologi terbaru membawa resiko dunia dalam kemanjaan yang maksimal.
Lalu siapa penjaga ruang moral dan penghasil konten yang mengisi ruang itu? Untungnya masih ada sebagian kecil orang yang berusaha memanfaatkan kecanggihan teknologi sesuai fungsinya. Bayang-bayang hasil kejahatan deep fake tetap saja menjadi hantu disrupsi. Apakah itu salah satunya adalah Anda? Mari kita melihat cermin wajah sendiri. Apakah kita sudah menjadi bagian dalam pemanfaatan teknologi dengan baik atau hanya bagian yang terus menggerus ruang moral kita semakin hilang.
Agent of change bukan sekadar kata, kalimat ini merupakan bentuk kesadaran dan kepedulian kita dalam menjaga ruang moral. Kita masih ingat kalimat Einstein yang terus mengiang hingga saat ini, "ilmu pengetahuan tanpa agama akan buta" dan kita tahu, hidup di Indonesia telah lama bersama agama. Nilai-nilai moral agama lah yang tetap menjaga Indonesia selama ini menjadi negeri yang gemah ripah loh jinawi. Negeri yang selalu diberkati dengan kekayaan alam yang melimpah. Sebab integritas berasal dari ajaran agama manapun.
Kecanggihan AI tak lantas juga bisa mengikis ruang moral untuk menjadikan teknologi ini menjadi pedang pertikaian. Mengingat perhelatan pemilu 2024 sudah mulai terasa panasnya. Akankah deep fake akan menjadi senjata perusak yang ampuh dari moral integritas pemilu yang sama diharapkan oleh rakyat negeri ini? Atau hanya sebatas pesta caci maki yang kita sendiri akhirnya merasa bodoh dengan apa yang kita saksikan di tahun pemilu sebelumnya.
Ketersediaan jaringan internet Indonesia yang semakin baik bukan senjata mereka yang ingin memecah belah persatuan. Juga bukan senjata bagi para penjahat deep fake yang memuluskan fitnah keji dengan kecanggihan teknologi.
Demikian keresahan saya tentang AI. Tapi ngomongin internet sampai saat ini untuk internet di rumah IndiHome dari Telkom Indonesia yang benar-benar mendukung urusan perkontenan. Nggak hanya urusan konten, aktivitas lain secara online juga sangat terbantu. Berkat IndiHome dari Telkom Indonesia aktivitas menjadi tanpa batas.
