Memintal Akrab dan Menggali Sejarah di Kepulauan Seribu part#1
Desember 16, 2016
Traveling merupakan kegiatan yang paling menyenangkan,
jangankan ke tempat yang jauh sekedar berkeliling kampung atau komplek saja bagi
saya sudah sangat eksperien. Begitupun ketika kesempatan terbuka di IDCorners
yang mengajak travelling bareng Dinas Pariwisata Jakarta mengunjungi kepulauan
Seribu selama 2 hari 1 malam. Kesempatan untuk mengunjungi Kepulauan Seribu
akhirnya datang setelah sekian lamanya bertengger di wishlist destinasi yang
akan saya kunjungi. Jakarta dan
Tangerang keduanya mengalami perubahan cuaca yang tak jauh berbeda, hujan dan angin
dan mendung hebat hampir selalu terjadi sebelum-sebelum ini. Namun tidak pada tanggal 8 dan 9 Desember lalu. Cuaca seolah merestui perjalanan
ku kali ini. Yah walau hujan pun mungkin tak mengapa, sebab cuaca, bagaimanapun bagiku itu adalah berkah.
Melalui e-briefing kami semua diharapkan sudah hadir pada
pukul 6.30 di Dermaga 16 Marina Ancol. Jadi pagi-pagi sekali sepeda motorku sudah
membelah gelap menembus kabut menuju meeting point pertama ke daerah Cileduk.
Disini bersama mas Satto dan Mbak Elissa sudah berkomitment untuk berangkat
bersama menuju Dermaga 16 Marina Ancol. Karena dengan begitu kita bisa berbagi
ongkos Uber bersama hehehe. Tahukan maksudnyaaa...hehee
Langit menunjukan tanda-tanda cerah yang mendukung langkahku.
Dan tibalah di dermaga 16 tempat kapal yang membawa kami menuju Kepulauan
Seribu bersandar. Suasana hilir mudik orang tak begitu ramai, namun sejumlah
orang telah duduk di kursi tunggu yang tersedia berdampingan dengan minimarket.
Kemudian satu persatu traveller tiba, senyum dan keremahan sapa bergulir
menjadi canda yang sahaja. Mengalir. Seperti Indra yang bercerita perjalanannya
dari Lampung, demi sampai di Marina
Ancol dia Rela naik bus sampai malam dan tiba jam 01.00 di stasiun gambir dan berbincang
dengan Monas di tengah malam itu. Hihihiy. Lalu Tina dari semarang, Rizki yang tambun, dan
lainnya.
Dejavu
Seperti halnya orang yang sudah saling mengenal lama, kami
berbincang dan bercanda layaknya sahabat yang lama telah terpisah kan....
entahlah atau memang telah terkarunia demikian, kami semua saling memintal
ikatan teman perjalanan yang saling menjaga, saling berbagi dan saling bergugu.
Mungkin inilah juga awal yang menjadikan perjalanan kali ini menjadi begitu
istimewa bagi kami.
Briefing yang di pimpin oleh Ibu Neneng dari Sudin
Pariwisata Jakarta tak kalah membuat kami semakin akrab. Begitu juga dengan
komunitas seasoldier yang tergabung dalam perjalanan pemberdayaan komunitas
bahari ini. Entah mengapa bunyi ucapan “bu neneeeng” menjadi lebih segar
ketimbang mengucap “Cheers” saat sesi foto bersama. Cobalah sesekali ucapkan
itu saat berfoto bersama atau berselfie dan rasakan sensasinya...
Oiya sebelum briefing sebetulnya masih banyak waktu yang
kami lewatkan dengan berbincang-bincang. Dan keakraban terbangun menanjak
ketika kami mencoba membuat video alaala manequin challenge diatas papan jalur
dermaga yang tak ramai. Namun siapalah suruh membuat video di dermaga, alhasil
setting gaya manequin yang maksimal harus mengaku kalah dengan kesibukan para
abk kapal yang melintas mengangkut kebutuhan kedalam kapal. Namun hal inilah
yang memancing gelak tawa kami serempak. Hahahaaa, “manequin gagallll...umpat
kami dengan seringai no problemooo..... tengok lah video yang saya buat juga...yang judulnya Tour de Kepulauan Seribu bagian satu yaaaa..eh..
Menaiki Kapal dan perjalanan pun di mulai
Perjalanan menuju Pulau Bidadari memakan waktu tidak kurang
dari 30 menit saja. Dan Pulau Bidadari ini memang Pulau yang terdekat jaraknya
dari dermaga Marina Ancol. Kapal pemecah ombak yang kami kendarai ini memang dapat
melaju di kecepatan tinggi dalam batas
ketinggian gelombang yang lumayan besar sekalipun. Namun hal itu sangat
memerlukan keseimbangan isi dalam kapal. Hal ini di tegaskan oleh ABK yang
mengarahkan kami penumpang di dalam untuk mengisi di sisi yang membuat kapal tak
miring. Akhirnya mengertilah saya mengapa orang seringkali mengatakan “ kapal
miring kapten”. Sebab kemiringan di sebabkan ketakseimbangan isi. Hihhi.
Kemanjaan yang diberikan wisatawan akan di temui di pulai ini, welcom drink yang kami teguk di lobby masuk menandakan itu. Cottage yang tersedia juga menawarkan kebetahan. Lalu kamipun berkeliling mengitari Pulau Bidadari. Dan waw, apa yang kami temui lengkap sekali, karena memang Pulau Bidadari dikenal dengan Eco tourismnya. Saya menjumpai rusa dan biawak yang memang dikenal bagian dari penghuni Pulau Bidadari. Tanaman-tanaman pendukung yang menunjang hewan-hewan ini tetap ada di Pulau ini juga ada. Pohon-pohon besar rindang yang menjulang rindang mengelilingi seluruh Pulau. Dan seolah menyembunyikan sebuah bangunan tua Benteng Martello yang ada di tengah Pulau. Bangunan yang di bangun oleh penjajah Belanda sebagai benteng dan sekaligus Pusat strategi penguasaan Pulau Jawa. Dan sisa-sisa bangunan benteng martello ini sedikit menguak kecanggihan keahlian struktural bangunan Belanda pada masa itu.
Kisah myth pun di bangun di Pulau ini sebagai Pulau yang
romantis. Dari pohon besar yang menjulang di bibir pantai itu terbentuk dari
dua buah pohon yang menyatu. Yang menjadikan simbol hubungan antar sepasang
kekasih yang saling mencintai. Nah kaaann, kalau mau bulan madu ke sini aja
deeehhh... karena alamnya pun mengajarkan kesetiaan cinta kasih hubungan
sepasang kekasih.
Ah, renungan romantisme akhirnya harus berakhir. Kami segera
pindah menuju pulau berikutnya yaitu
Pulau Cipir atau sering dikenal juga dengan nama Pulau kayangan. Berbeda
dengan pulau Bidadari, di Pulau Cipir ini tak saya temui bangunan selayaknya benteng
pertahanan. Karena bangunan-bangunan tua yang tak lagi utuh tak menandakan
sebagai sebuah benteng. Namun lebih sebagai rumah-rumah yang digunakan sebagai
perisitirahatan. Dan benar saja, di setiap bangunan terdapat sedikit banyak penjelasan
bahwa bangunan-bangunan tersebut pernah digunakan Bangsal Pasien yang kala itu
mengidap penyakit menular seperti lepra. Dan hal ini juga menjelaskan bahhwa
teknologi kedokteran pada masa Belanda memang telah berkembang. Mereka membangun
bangsal rumah sakit dan melakukan
penelitian secara mendalam tentang penyakit tersebut.
Pulau Cipir, Pulau Onrust, Pulau Kelor dan Pulau Bidadari
sangat berdekatan. Keempat pulau ini menjadi pulau yang menjadi benteng alami
paling kuat diantara pulau-pulau lainnya di kepulauan seribu. Apalagi oleh Belanda
betul-betul difungsikan dengan pembangunan fisik yang menegaskan betapa
strategisnya keempat pulau ini bagi pendudukan mereka. Ah, perjalanan
travelling kali ini membawa saya pada masa lampau yang jauuuh sekali disana.
Bersambung.....
Memintal Akrab dan Menggali Sejarah di Kepulauan Seribu Part#2
Memintal Akrab dan Menggali Sejarah di Kepulauan Seribu Part#3
Memintal Akrab dan Menggali Sejarah di Kepulauan Seribu Part#2
Memintal Akrab dan Menggali Sejarah di Kepulauan Seribu Part#3
6 komentar
wahhhh. dapet foto rusanya. aku males kemarin ngejarnya :(
BalasHapusHmmm, alasan 😀
Hapusaihhh, mas Ono diksinya romantis juga. Haha..seromantis suasananya ya mas :)
BalasHapusSelalu gagal move on kalo sdh masuk kenangan disinih...☺
HapusPaling seneng berkunjung ke suatu tempat ada cerita sejarahnya. Duh, semoga suatu saat bisa kesampaian nih ke sini.
BalasHapusSaya doakan semoga segera terwujud mbakee 😀
HapusTerima kasih sudah berkunjung dan berbagi...
Bergembira selalu !!