Memintal Akrab dan Menggali Sejarah di Kepulauan Seribu part#2
Desember 16, 2016Part#2
Kisah romantis di Pulau Bidadari ternyata belum berakhir,
dua pulau yang berdekatan ini juga ternyata menyimpan kisah romantisnya
sendiri. Ya...Pulau Onrust dan Pulau Kelor. Pulau Onrust seperti yang saya
ceritakan sebelumnya, juga merupakan bagian dari 4 benteng alam yang saling
melindungi , namun Belanda ketika itu memungsikan Pulau Onrust sebagai tempat
isolasi bagi filter pembodohan akan negara jajahnya. Hal ini diketahui
selanjutnya dari peninggalan-peninggalan arkeologis yang ditemukan di Pulau
ini. Dan kisah tragis Maria Van de velde yang meninggal dalam usia muda menanti
dalam penantian perjumpaan dengan kekasihnya. Peninggalan-peninggalan yang
arkeologis yang sudah rusak berat di Pulau Onrust, tak mengurangi sedikitpun
kisah di balik Pendudukan Belanda yang terus menekan laju semangat heroisme
rakyat nusantara kala itu. Semangat perjuangan yang gigih untuk lepas dari
penjajahan juga melengkapi kisah kejayaan Belanda mencuri kekayaan negeri ini.
Bangunan-bangunan yang tersisa walaupun hanya fondasinya
saja ini mampu menceritakan banyak hal, mulai tata letak dan bentuk tiang-tiang
penyangga bangunan yang kokoh dan fungsi bangunannya. Ruang-ruang brain storm yang bagi
jamaah haji sebagai karantina sebelum
berangkat melalui kapal-kapal besar Belanda. Kejayaan transportasi laut
yang sangat di kuasai Belanda berhasil mencengkeram Indonesia berratus tahun
lamannya. Bersama kisah Maria Van de Velde menjadi saksi abadi untuk dikenang bagi perjalanan
bangsa ini kelak.
Travelingku kali ini di Kepulauan Seribu belum selesai
saudara-saudara. Dan saya masih di Pulau Onrust. Barang-barang hasil eskavasi yang
walaupun tak lengkap di pamerkan di Pulau ini. Kondisi rusak berat bangunan
tua, komplek makam Belanda dan makam muslim yang tersisa menjadikan ku jauh
menziarahi asalusul negeri ini. Sesingkatnya lamunan, selama-lamanya waktu yang
dapat ditembus menerobos celah-celah keingintahuan. Suasana rerimbunan dan
cahaya yang menembus daun-daun dan gerak asap yang beterbangan. Aaahhh...Pulau
Onrust membuatku terjebak di masa lampau....dan suara sirine yang keluar dari
megaphone bu Neneng memanggilku kembali ke kapal untuk melanjutkan perjalanan
ke Pulau Kelor.
Pulau Kelor !!!??? bayangkan dengan wajah sumringah
sangad..... tak jauh jaraknya dari Pualu Onrust teman-teman. Waktu lima belas
menit terasa singkat dan cukup membebaskan daku dari terjebak ingatan masa
lampau di Pulau Onrust. Sesaat sebelum tali tertambat di dermaga, saya melihat
dari kaca keindahan Pulau Kelor yang tak lebih Luas dari 3 kali lapangan Basket
ini. Tak sabar untuk segera turun dan membenamkan diri dari semua keriuhan dan
kegaduhan di Kota Jakarta dan Tangerang. Selangkah keluar dari kapal aku tertegun, rasa ingin segera
berlarian di atas pasir putihnya ala-ala Rio Dewanto saat pernikahannya di sini
kutahan. Biarlah keindahan Pulau kelor ini kunikmati sesaat dari kejauhan. Kutengok
sebentar kebawah dermaga, ikan-ikan kecil bergerombol berenang kesana kemari
melukiskan rasa bahagianya hatiku menjumpai Pulau Kelor.
Debur riak ombak yang ringan dan tiupan angin di tengah
cuaca panas yang cerah segera menyeretku berlarian diatas pasir putihnya sambil
kurekam sebisa yang kudapat dengan handphone ku. Dan benar saja rasa terbakar
pelan-pelan menjalari wajah ini. Dan ini setimpal dengan apa yang ku rasakan. Diujung
pulau yang berbentuk seperti kurva
bentuk air jatuh berdiri kokoh sisa-sisa
Benteng Martello seperti halnya yang ada di Pulau Bidadari. Dan teman-teman
sudah menggumuli benteng lebih dulu disana. Menunggu waktu agak lengang aku
menikmati tonggak-tonggak beton yang di pasang untuk menahan serangan abrasi ke
Pulau Kelor ini. Susunanya juga unik, bak berbaris rapih dan berkelok mengikuti
kurva lingkaran pulau. Onggokan puing besar berwarna merah dari tumpukan bata
bangunan benteng Martello mencumbui debur ombak yang syahdu. Pantaslah saja
Artikah dan Rio mau mengukir kisah mereka di Pulau ini. Entah sampai kapan
Pulau ini bertahan dari debur ombak dan angin yang selalu menerpa. Mungkinkah sepanjang
kisah mereka? Arrrggghhhhh.
Lingkar Benteng Martello begitu solid, bata berwarnah merah
yang kusentuh mengikuti bentuknya berbalur angin laut aduhaiiiiii. Tiba-tiba
musik player dalam perut dan sirine megapone pun berbunyi saatnya kembali
kekapal. Sampai kapal berita gembira terdengar, “Kita sekarang menuju Pulau
Untung Jawa dan Makan Siang disana” . Horreeeeeeeee.....
Bersambung....ke part#3 Memintal Akrab dan Menggali Sejarah di Kepulauan Seribu Part#3
baca juga : Memintal Akrab dan Menggali Sejarah di Kepulauan Seribu Part#1
baca juga : Memintal Akrab dan Menggali Sejarah di Kepulauan Seribu Part#1
4 komentar
mas ono, itu ada yang typo. :)))
BalasHapushayo benerin.
bena mau ke sini sama kalian semua lagi :) kangen...
Tunjukin yg mana typonya...☺
HapusAyyooookkk kita trip bareng lageeeee biar bisa rekam bena lagiii hihihi 😄
Penasaran dengan kisah Maria Van de Velde. Bagaimana kisahnya menanti kekasihnya di pulau itu? Bagaimana akhir kisahnya..pasti tragis yak..
BalasHapusBiar makin penasaran kunjungi mbak pulau nya...hehehe kisahnya tertulis disana....hehehe
HapusTerima kasih sudah berkunjung dan berbagi...
Bergembira selalu !!