Mengusung Pancasila Kembali Menjalin Ikatan Simpul Persatuan

Juni 09, 2017

Membincang negara adalah membincang persoalan yang sangat kompleks dan rumit. Sulur-sulur pengurai untuk memahaminya diperlupakan ilmu pengetahuan yang mendalam. Sejarah atau histori suatu bangsa setidaknya telah di fahami sebagai entitas yang tidak tunggal. Melainkan ia (bangsa) berdiri dan bergerak melaju hingga keadaannya kini melainkan ikatan entitas-entitas beragam yang menjalinnya. Semua menyimpul merekatkan seperti anyaman pada sulur-sulur benang saling bertautan tanpa merasa terbebani. Dan orang menggunakan nya sebagai kain bukan lagi sepintalan benang satu warna. Kain yang yang menjadi entitas bangsa, terjalin, terajut dan kelak bangsa itu dikenal dengan keragaman warnanya.

Apa yang mampu mengikat keragaman itu tetap dan bertahan kokoh menjadi bangsa? Para pendiri bangsa ini menuliskan cita-citanya sejak Republik Indonesia meyatakan kemerdekaan nya pada 17 Agustus 1945. Ya dengan cita-cita, di dunia ini hanya terdapat 3 negara yang lahir dari cita-cita pertama Amerika Serikat, kedua Uni Soviet dan ketiga Indonesia, ujar Zulkifli Hasan Ketua MPR –RI 2017 saat temu Netizen Senin, 6 juni 2017 lalu. Bagi Indonesia keberlangsungan negara tercatat telah menempuh perjalanan 72 tahun kemerdekaannya. Dan ini bukan waktu yang singkat. Waktu yang panjang setelah generasi proklamir yang masih hidup mungkin hanya terbilang hitungan jari. Namun sumber-sumber pengetahuan paling mendasar dari apa yang disebut sebagai  Indonesia sudah tercatatkan dalam perpustakaan bangsa. Seperti  Dasar-dasar negara sebagai pilarnya yang kita kenal dengan 4Pilar bangsa : Pancasila,  UUD45, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.


Pertemuan netizen yang terdiri dari Blogger, influencer, dan pengguna sosmed, dengan MPR-RI telah beberapa kali di adakan,senin lalu ini bertepatan dengan pekan Pancasila yang di selenggarakan oleh Pemerintah. Maka MPR selaku mandataris UUD45 juga berpartisipasi dalam kesatuan yang sama dikarenakan bagian dari 4pilar kebangsaan tersebut. Terbukanya komunikasi dialektik semenjak Reformasi memungkinkan setiap unsur negara menyuarakan pandangan yang berbeda dikarenakan sudut pandang lain yang di akui sebagai bagian pandangan yang saling menguatkan baik terminologi maupun substansi bagi kemajuan berbangsa dan bernegara Republik ini. Ini kiranya pandangan yang dapat saya simpulkan dari penyampaian Ma’ruf Cahyono  Sekjen MPR-RI 2017.

Saya sesungguhnya orang yang sangat tendensius dengan retorika, begitupun kehadiran saya di acara temu netizen ini. Kehadiran dalam suatu forum yang berkenaan dengan kegiatan lembaga negara biasanya berjalan penuh dengan retorika panggung yang “sedikit menyebalkan” hmmm maaf. Namun kali ini suasana berbeda dengan gaya retorika berbeda di tampilkan oleh petinggi-petinggi negara terutama dua orang pimpinan Ketua dan Sekjen MPR-RI ini. Meski keduanya hadir namun yang berbincang dengan kami “kaum netizen” cukup lama hanya Sekjen MPR Ma’ruf Cahyono. Namun setidaknya tidak kalah senadanya dengan sambutan singkat Ketua MPR Zulkifli Hasan.

Selayaknya pergantian kepemimpinan yang melahirkan program dan penerapan kebijakan yang berbeda merupakan hal yang pasti terjadi dan menjadikan Bangsa ini terus hadir dan berdiri selama 72 tahun. Dan perseteruan perbedaan dari partai penguasa dan oposisi menjadi dialektik yang paling pasti sebagai resiko dari sistem pergantian kepemimpinan yang sudah di tetapkan oleh UUD 45. Konsensi negara telah di tetapkan oleh kehadiran partai-partai yang dianggap mewakili wakil-wakil perbedaan yang ada. Namun di tengah perjalanan 72 tahun kemerdekaan saat ini pencanangan pekan Pancasila oleh pemerintah sebagai azas utama yang dianggap sebagai kunci bagi persatuan  dan Kesatuan Bangsa dalam keadaan berkebangsaan dan bernegara era saat ini.

Meski pun melahirkan pertentangan perbedaan pandangan dan kritik. Sesungguhnya sebelum lahirnya Indonesia perbedaan dan pergulatan pandangan akan hal ini pun sudah terjadi. Namun pertanyaanya, akankah sama semangat dan jiwanya dalam perseteruan perbedaan tersebut dengan semangat dan jiwa para pendahulu negeri ini seperti masa-masa proklamasi dahulu?

Nah mungkin inilah secuil catatannya saya dalam kehadiran jiwa dan raga saya di ruang Delegasi Nusantara IV gedung MPR-RI. Sebagai Blogger di era millenial dan menyuarakan sepenggal pertannyaan untuk kita renungkan bersama sebagai anak bangsa. Tentunya kita jawab saja dalam jiwa terdalam kita. Apakah saya masih berPancasila? Masih ber Indonesia? Sebab saya yakin seyakin yakinnya jiwa-jiwa yang tulus mencintai Bangsa dan Negaranya akan menjawabnya dengan perilaku dan sikap sebagai negarawan dan Pahlawan.

Demikian.

Salam   

You Might Also Like

1 komentar

  1. Pancasilabahkan jadi perboncangan hangat di vatikan, karena di dalamnya dianggap sesuai dengan agama apapun . Pancasila dianggap sebagai alat pemersatu kebhinekaan dan indonesia menjadi kiblatnya.
    Bravo Indonesia

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan berbagi...
Bergembira selalu !!